Jumat, 11 Januari 2013

Filsafat Humanistik dan Aplikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika



BAB I
PENDAHULUAN

Pada abab ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat secara keseluruhan. Sistem ini diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14 muncullah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas yang individual yang kongkrit.  Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Dan setiap aliran tersebut dapat dikembangkan melalui teori belajar dimana kita tahu bahwa teori-teori belajar merupakan pendukung yang mampu membuat pembelajaran menjadi berjalan dengan baik. Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Teori belajar pada umumnya dibagi menjadi empat golongan, yaitu teori belajar keperilakuan (behaviorism), teori belajar kognitivisme, teori belajar humanisme, dan teori belajar sibernetika. Teori belajar keperilakuan (behaviorisme) menekankan pada hasil dari proses belajar, teori belajar kognitif menekankan pada proses belajar. Teori perikemanusiaan/humanisme (humanisme) menekankan pada isi atau apa yang dipelajari. Sedangkan teori sibernetika menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
Namun dalam makalah ini lebih fokuskan pada teori belajar humanisme dan dikhusukan kepada pembelajaran humanistik matematika Karena perkembangan pemikiran anak dalam menerima pembelajaran matematika dapat dicapai dengan diberikannya karakter disamping pembelajaran matematika itu sendiri dan hal itu dapat dicapai dengan pembelajaran humanistik matematika. Karena itu pembahasan makalah nantinya akan berada pada lingkup filsafat humanistik dan pembelajaran humanistik matematika.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Filsafat Humanisme
Aliran psikologi humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an dan 1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal dengan nama renaisans yang terjadi pada abad 16. zaman renaisans dikenal dengan sebutan jaman kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman pemikiran (age of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama. (cooper dalam Hanurawan, 2006). Kebanyakan tulisan humanistik awal diarahkan untuk melawan dogma agama. Sebagai contoh, para penulis abad 16 seperti Desiderius Erasmus dan Sir Thomas More memprotes gereja yang sering kali menyuruh orang taat pada doktrin-doktrin agama, merusak martabat kemanusiaan dengan merampas kebebasan berpikir untuk diri sendiri. Lebih jauh lagi, gereja sering kali mengkutubkan pertentangan antara orang kristiani dan non-kristiani, padahal mestinya dia harus memajukan sikap toleransi dan persaudaraan.
Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan gerakan kebudayaan berkembang dalam dunia Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama. Humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia. Pada abad 18 periode perkembangan dimasukan kedalam masa pencerahan. Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu dimana tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan. Tulisan-tulisan Locke juga menggemakan pertanggungjawaban semacam itu di abad tersebut. Sebelum Locke, otoritas-otoritas politik dan agama seringkali menganggap masyarakat sudah jahat secara bawaan sejak lahir, karena itu perlu direpresi. Namun jika Locke benar bahwa masyarakat semata-mata produk lingkungan, maka satu-satunya kesempatan memang mengubah lingkungan untuk menyempurnakan masyarakat sehingga membuat represi tidak lagi dibutuhkan. Dan jika ketidaksetaraan bukan hal bawaan, melainkan produk dari kondisi yang ada, manusia bisa menghilangkannya. (Crain, 2007)
Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang disebut humanisme kontemporer yang merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis ini adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik.
B.     Pengertian Humanisme
Humanisme adalah sekelompok filosofi dan perspektif etis yang menekankan nilai dan badan manusia secara individual dan kolektif, dan umumnya lebih memilih pemikiran individu dan bukti (rasionalisme, empirisme) yang didirikan atas iman. Sejarah perkembangan aliran filsafat pendidikan humanisme ditelusuri pada masa klasik barat dan masa klasik timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran filsafat klasik yunani. (http://en.wikipedia.org/wiki/Humanism).
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia atau dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran, humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama. (Crain, 2007)

Filsafat Eksistensialisme
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis adalah filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik. Pemikiran filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa:
1.      mannusia memilki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara mannusia satu dengan manusia lain. Dalam hal ini telaah tentang manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya.
2.      Eksistensialis lebih memperhatiakn pemahaman makna dan tujuan hidup manusia ketimbang melakukan pemahaman terhadap kajian-kajian ilmiah, dan metafisika tentang alam semesta.
3.      Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang paling utama dan paling unik, karena setiap individu memilki kebebasan untuk memilki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri (Stevenson dalam Hanurawan, 2006)
Aliran filsafat eksistensialis ini kemudian dikembangkan dalam dunia pendidikan karena fungsi pendidikan adalah memberikan proses perkembangan manusia secara otentik. Manusia otentik adalah manusia yang dalam kepribadian diri memilki tanggung jawab dan kesadaran diri untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup dalam alam hidup modern. Aliran tersebut memberikan perkembangan pada aliran filsafat pendidikan humanisme.
Hal ini dapat ditunjukan melalui pengembangan konsep perkembangan psikologis peserta didik dan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan humanistik setiap individu. Aliran psikologi humanistik memiliki pandangan tentang manusia yang memilki keunikan tersendiri, memilki potensi yang perlu diaktualisasikan dan memilki dorongan-dorongan yang murni berasal dari dalam dirinya. Individu manusia yang telah berasal dari dirinya (Hanurawan, 2006).

C.    Konsep Pemikiran Filsafat Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik saat ini menjadi satu-satunya penjelasan bagi tradisi intelektual kuno, sebuah tradisi yang berakar di dalam filsafat-filsafat kuno diseluruh dunia. Pada dasarnya tidak ada seperangkat kepercayaan humanistik yang baku, karena pola pikir humanisme mengambil bentuk yang berbeda-beda sesuai era-era historis yang berbeda. Dia muncul ketika masyarakat merasakan beberapa sistem atau otoritas (politis, moral atau intelektual) telah merusak martabat kemanusiaan atau kesatuan umat manusia.
Konsep pemikiran filsafat psikologi humanistik yang dikemukakan oleh filsuf humanis meliputi pandangan tentang hakeket manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self concept), dan diri individu serta aktualisasi diri (Hanurawan, 2006). Konsep pemikiran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
·         Pandangan tentang hakekat manusia
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat humanis adalah manusia memilki hakekat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini apabila manusia berada dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan untuk berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan atau merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya (Hanurawan, 2006).
·         Pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia
Penganut aliran humanistik memberikan pandangan bahwa setiap manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia. Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus dihormati.
·         Pandangan tentang diri (the self) dan konsep diri (self concept)
Diri (the self) menurut penganut filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi melalui proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang utuh dalam diri individu yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang lain. Sedangkan konsep diri (self concept) merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. (Ellias dan Meriam dalam Hanurawan, 2006). Pertumbuhan perkembangan individu merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara nyata (menurut maslow dalam Hanurawan 2006).
Untuk memperoleh gambaran lebih konkret tentang jenis kerja para psikologi humanistik,akan sedikit dibahas sejumlah gagasan seorang teorisi yang dikukuhkan sebagai bapak psikologi humanistik modern, Abraham Maslow.

Abraham Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) lahir di Brooklyn, New York, anak dari orang tua imigran Rusia yang miskin. Sewaktu kecil dia anak yang sangat pemalu dan tidak bahagia. Meskipun unggul sewaktu SMA, namun dia mengalami kesulitan saat masuk diperguruan tinggi. Pertama-tama dia kuliah di City College of New York, kemudian pindah ke Cornell University dan akhirnya bertahan di University of Wiscounsin, tempat dia memperoleh gelar sarjana mudanya., dan tetap meneruskan kuliahnya disana untuk memperoleh gelar kesarjanaan dibidang psikologi.
Langkah pertama Maslow kearah psikologi humanistik adalah merumuskan teori baru tentang motivasi. Menurut teori ini manusia memiliki 6 jenis kebutuhan. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dimiliki dan memiliki, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk dihargai dan di tingkatan tertinggi, kebutuhan untuk mengaktualisasikan  diri. Didalam karya-karya utamanya, Maslow lebih banyak tertarik pada kebutuhan tertinggi ini, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Temuan kunci Maslow adalah para pengaktualisasi diri ini, jika dibandingkan dengan kebanyakan orang pada umumnya, telah mempertahankan suatu independensi tertentu dari masyarakat mereka. Kebanyakan oranag pada umunya berusaha mencocokkan diri dengan masyarakat, dan melakukan apapun yang dapat membuat harga diri mereka naik. Namun tidak demikian dengan para pengaktualisasi diri, mereka tidak terlalu peduli dengan persetujuan seperti ini. Mereka nampaknya tidak begitu terbentuk dan terkuasai oleh lingkungan sosial sehingga sikap-sikapnya jauh lebih spontan, bebas dan alamiah. Meskipun mereka jarang bertindak dengan cara-cara yang tidak konvensional karena gerak gerik mereka lebih banyak dimotivasikan oleh pertumbuhan batin mereka sendiri, pengembangan potensi potensi mereka, dan misi pribadi mereka di dalam hidup. (Crain, 2007)
Teori Maslow ini dapat menjadi teori pendukung dalam pembentukan teori belajar humanistik dimana sikap para pengaktualisasi diri ini dapat kita terapkan pada pembelajaran sehingga para siswa nantinya mampu memotivasi pertumbuhan batin mereka sendiri agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang melakukan sesuatu seperti belajar tanpa mengetahui esensinya. Teori belajar humanistik nantinya akan mampu membuat peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri, jadi rasa ketidakpercayaan diri mereka dapat teratasi. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.




D.    Teori Belajar Humanistik
Teori humanistik secara jelas menunjukkan bahwa belajar dipengaruhi oleh bagaimana siswa-siswa berpikir dan bertindak, dan dipengaruhi dan diarahkan oleh arti pribadi dan perasaan-perasaan yang mereka ambil dari pengalaman belajar mereka. Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya dan individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh teori ahli tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai masusia.

Biografi Singkat Arthur W. Combs
Arthur W. Combs (1912-1999) adalah seorang pendidik/psikolog yang memulai karir akademis sebagai profesor ilmu biologi dan psikolog sekolah di sekolah umum di Alliance, Ohio (1935-1941). Ia menerima gelar MA dalam Konseling, sekolah di The Ohio State University (1941) dan diterima di program doktor dalam psikologi klinis pada lembaga, di mana Carl Rogers menjabat sebagai guru dan mentor. Dia menyelesaikan gelar doktor pada tahun 1945. Arthur W. Combs memulai karir profesionalnya di sekolah umum, Alliance, Ohio pada tahun 1935. Untuk meningkatkan keahliannya dalam membantu siswa, ia mencari gelar doktor di Klinik Psikologi di negara bagian Ohio dan menghabiskan sepuluh tahun berikutnya untuk mengoperasikan klinik dan pelatihan siswa dan konseling psikologis di Syracuse University dan Psychoterapy.

E.     Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori keperibadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan-manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainnya tujuan tersebut (Budiningsih, 2008).
Lebih lanjut Budiningsih (2008) mengatakan bahwa teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini Masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

F.     Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Kelebihannya adalah
a)      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
b)      Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
c)      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku
Kekurangannya adalah :
a)      Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar
b)      Terlalu memberi kebebasan pada siswa

G.    Pembelajaran Matematika yang Humanis
Pada prinsipnya kebutuhan peserta didik tidaklah tunggal, walaupun ada kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama seperti kebutuhan rasa nyaman, rasa aman, rasa diperhatikan, rasa dihargai dan lain sebagainya namun tingkat kebutuhan tersebut tidaklah sama.  Karena itu, sudah seharusnya para pendidik benar-benar memperhatikan jenis dan tingkat kebutuhan siswa didalam kelasnya. Pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan siswa/mahasiswa ini mengarah kepada pembelajaran yang humanis.
Pembelajaran yang humanis merupakan pembelajaran yang memperhatikan sisi-sisi manusiawi dari semua pelaku pendidikan. Sisi-sisi manusiawi yang dimaksudkan adalah adanya keterlibatan otak dan emosi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru/dosen harus selalu memperhatikan keberagaman siswa/mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran agar mampu memanusiakan siswa /mahasiswa dalam kelasnya. (Djamilah. B.W, 2012)
Salah satu tokoh kunci dalam teori pembelajaran humanistik adalah Carl Rogers. Menurut Rogers (patterson, 1977) ada dua jenis pembelajaran yaitu rote-learning dan experiaental-learning. Sebagian besar pembelajaran yang terjadi dikelas adalah  rote-learning. Pada jenis pembelajaran ini, materi pembelajaran kurang memiliki makna pribadi bagi siswa dan kurang melibatkan perasaan atau emosi siswa. Disisi lain, experiaental-learning adalah jenis pembelajaran yang membuat perbedaan individu dalam prilaku, sikap dan kepribadian lebih lengkap, tidak hanya menyangkut otak atau ranah kognitif tetapi juga menyangkut ranah afektif karena telah melibatkan perasaan dan emosi jiwa. Masih menurut Rogers, pada prinsipnya setiap individu secara alamiah memiliki potensi untuk belajar (Zimring, 1999) demikian juga dalam matematika.
Menurut Tennant, (http://vismath8.tripod.com/tennant1/) “Humanistic mathematics is a philosophy of teaching and learning which attemps to explore the human side of mathematical thought and to guide students to discover the beauty of mathematics”. Mengutip pendapat Haglund dalam Siswono (2007) menyatakan karakteristik pembelajaran matematika humanistik ada 10 macam yaitu:
1.      Menempatka siswa sebagai penemu (inquiry) buka hanya penerima fakta-fakta dan prosedur-prosedur
2.      Memberi kesempatan siswa untuk saling membantu dalam memahami masalah dan pemecahan masalah yang lebih mendalam
3.      Belajar berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan pendekatan aljabar
4.      Menunjukkan latar belakang sejarah bahwa matematika sebagai suatu penemuan atau usaha keras dari seorang manusia
5.      Menggunakan masalah-masalah yang menarikdan pertanyaan terbuka (open-ended), tidak hanya latihan-latihan
6.      Menggunakan berbagai teknik penilaian, tidak hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan mengingat prosedur-prosedur saja
7.      Mengembangkan suatu pemahaman dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika yang membentuk sejarah dan budaya
8.      Membantu siswa untuk melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk aspek keindahan dan kreativitas
9.      Membantu siswa mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri dan penasaran
10.  Mengajarkan materi-materi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam sains, ekonomi, bisnis ataupun teknik
Dari karakteristik pembelajaran matematika humanistik seperti yang diungkapkan oleh Haglund diatas, dapat diketahui bahwa pembelajaran akan berlangsung secara humanistik manakala guru/dosen mampu memperlakukan siswa/mahasiswa secara manusiawi. Artinya percaya bahwa pada dasarnya siswa/mahasiswa itu dapat belajar, dapat menemukan sesuatu, dapat memecahkan masalah, dapat bekerja sama dan dapat menghargai keindahan dan kegunaan matematika (Djamilah, B.W, 2011). Tentu saja melaksanakan pembelajaran matematika humanistik ini tidaklah mudah. Guru/dosen perlu benar-benar mengenal karakter pribadi setiap siswa, merencanakan skenario pembelajaran secara rinci dan mempersiapkan rancangan pembelajaran yang diperlukan sebaik mungkin.
Manfaat dari diberlakukannya pembelajaran matematika humanistik ini sangatlah banyak. Hal-hal tersebut meliputi:
-          Kegiatan siswa/mahasiswa yang  saling bekerja sama satu sama lain dapat beroptensi membangun karakter tanggung jawab, toleransi dan demokratis
-          Kegiatan siswa/mahasiswa dalam menemukan sesuatu berpotensi membangun karakter rasa ingin tahu, kreatif dan mandiri
-          Kegiatan siswa/mahasiswa dalam memecahkan masalah berpotensi membangun karakter tidak mudah menyerah. Dan jika permasalahan diambil dari kehidupan sehari-hari seperti budaya dan bangsa sendiri maka hal ini akan menimbulkan karakter cinta tanah ai, peduli masalah sosial dan masyarakat serta lingkungan hidup
-          Kegiatan siswa/mahasiswa dalam menghargai keindahan dan kegunaan matematika dapat berpotensi membangun karakter religiusnya dengan pemberian motivasi.
                                          






BAB III
KESIMPULAN

Humanisme adalah sekelompok filosofi dan perspektif etis yang menekankan nilai dan badan manusia secara individual dan kolektif, dan umumnya lebih memilih pemikiran individu dan bukti (rasionalisme, empirisme) yang didirikan atas iman. Humanisme tersebut dapat ditujukan pada pengembangan konsep perkembangan psikologis siswa dan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan humanistik setiap individu. Aliran psikologi humanistik memiliki pandangan tentang manusia yang memilki keunikan tersendiri, memilki potensi yang perlu diaktualisasikan dan memilki dorongan-dorongan yang murni berasal dari dalam dirinya. Berlandaskan salah satu teori Abraham Maslow yang mengatakan salah satu kebutuhan individu adalah kebutuhan mengaktualisasikan diri. Menurut maslow banyak orang yang enggan mengaktualisasikan dirinya dan lebih memilih untuk melakukan apapun yang dapat membuat harga diri mereka naik. Padahal pengaktualisasian diri ini sangat diperlukan agar manusia dapat mengetahui siapa diri mereka sebenarnya dan dapat mengembangkannya kearah yang lebih baik.
Teori Maslow ini dapat menjadi teori pendukung dalam pembentukan teori belajar humanistik dimana sikap para pengaktualisasi diri ini dapat kita terapkan pada pembelajaran sehingga para siswa nantinya mampu memotivasi pertumbuhan batin mereka sendiri agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang melakukan sesuatu seperti belajar tanpa mengetahui esensinya. Teori belajar humanistik nantinya akan mampu membuat peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri, jadi rasa ketidakpercayaan diri mereka dapat teratasi. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
Teori belajar Arthur W. Combs yang dikenal dengan Meaning (makna atau arti). Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Maka dari itu pembelajaran humanis ini pantas diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika yang memperhatikan sisi-sisi manusiawi siswa dikenal dengan pembelajaran matematika humanis. Sisi-sisi manusiawi yang dimaksud adalah adanya keterlibatan atak dan emosi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran matematika yang humanis direkomendasikan untuk digunakan guru untuk mengembangkan karakter siswa. Dengan melaksanakan pembelajaran matematika yang humanis dan dengan ketulusan hati untuk bersedia terus menerus belajarm, seorang guru akan memiliki kontribusi nyata terhadap pembangunan karakter dirinya dan siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar