BAB I
PENDAHULUAN
Pada
abab ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat secara keseluruhan. Sistem ini diajarkan
disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14 muncullah aliran yang dapat dinamai
pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran
atas yang individual yang kongkrit. Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat
modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian dilanjutkan
dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu:
Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme,
Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi,
Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Dan setiap aliran tersebut dapat dikembangkan melalui teori
belajar dimana kita tahu bahwa teori-teori belajar merupakan pendukung yang
mampu membuat pembelajaran menjadi berjalan dengan baik. Secara
luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi
membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat
diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah
itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Teori belajar pada umumnya dibagi
menjadi empat golongan, yaitu teori belajar keperilakuan (behaviorism), teori
belajar kognitivisme, teori belajar humanisme, dan teori belajar sibernetika.
Teori belajar keperilakuan (behaviorisme) menekankan pada hasil dari proses
belajar, teori belajar kognitif menekankan pada proses belajar. Teori
perikemanusiaan/humanisme (humanisme)
menekankan pada isi atau apa yang dipelajari. Sedangkan teori sibernetika
menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
Namun dalam makalah ini lebih fokuskan
pada teori belajar humanisme dan
dikhusukan kepada pembelajaran humanistik matematika Karena
perkembangan pemikiran anak dalam menerima pembelajaran matematika dapat
dicapai dengan diberikannya karakter disamping pembelajaran matematika itu
sendiri dan hal itu dapat dicapai dengan pembelajaran humanistik matematika.
Karena itu pembahasan makalah nantinya akan berada pada lingkup filsafat
humanistik dan pembelajaran humanistik matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Filsafat Humanisme
Aliran psikologi
humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an dan
1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal dengan nama renaisans
yang terjadi pada abad 16. zaman renaisans dikenal dengan sebutan jaman
kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman pemikiran (age
of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan
setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama. (cooper dalam
Hanurawan, 2006). Kebanyakan
tulisan humanistik awal diarahkan untuk melawan dogma agama. Sebagai contoh,
para penulis abad 16 seperti Desiderius Erasmus dan Sir Thomas More memprotes
gereja yang sering kali menyuruh orang taat pada doktrin-doktrin agama, merusak
martabat kemanusiaan dengan merampas kebebasan berpikir untuk diri sendiri.
Lebih jauh lagi, gereja sering kali mengkutubkan pertentangan antara orang
kristiani dan non-kristiani, padahal mestinya dia harus memajukan sikap
toleransi dan persaudaraan.
Humanisme sebagai suatu
gerakan filsafat dan gerakan kebudayaan berkembang dalam dunia Eropa sebagai akibat
langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya
otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama. Humanisme menjelaskan bahwa manusia
dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan
kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia. Pada abad 18 periode perkembangan
dimasukan kedalam masa pencerahan.
Tokoh
humanis yang muncul adalah J.J Rousseu dimana tokoh ini mengutamakan pandangan tentang
perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan
tujuan-tujuan pendidikan.
Tulisan-tulisan Locke juga menggemakan pertanggungjawaban semacam itu di abad
tersebut. Sebelum Locke, otoritas-otoritas politik dan agama seringkali
menganggap masyarakat sudah jahat secara bawaan sejak lahir, karena itu perlu
direpresi. Namun jika Locke benar bahwa masyarakat semata-mata produk
lingkungan, maka satu-satunya kesempatan memang mengubah lingkungan untuk
menyempurnakan masyarakat sehingga membuat represi tidak lagi dibutuhkan. Dan
jika ketidaksetaraan bukan hal bawaan, melainkan produk dari kondisi yang ada,
manusia bisa menghilangkannya. (Crain, 2007)
Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang disebut humanisme
kontemporer yang merupakan
reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang
mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era
modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis ini adalah berkenaan
dengan peran dan kontribusi filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan
kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik.
B. Pengertian Humanisme
Humanisme adalah sekelompok filosofi dan perspektif etis
yang menekankan nilai dan badan manusia secara individual dan kolektif, dan
umumnya lebih memilih pemikiran individu dan bukti (rasionalisme, empirisme)
yang didirikan atas iman. Sejarah perkembangan aliran
filsafat pendidikan humanisme ditelusuri pada masa klasik barat dan masa klasik
timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan dalam
pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran filsafat klasik yunani. (http://en.wikipedia.org/wiki/Humanism).
Humanisme adalah istilah umum untuk
berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar
umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.
Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas
hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem
beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa humanisme
adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia atau dengan kata lain, humanisme
menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia
sebagai obyek.
Humanisme modern dibagi kepada dua
aliran, humanisme keagamaan/religi berakar
dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen
garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka
biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta
kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme,
teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada
martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri
melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa
mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi
perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama. (Crain, 2007)
Filsafat Eksistensialisme
Seperti yang
telah dikatakan sebelumnya bahwa perkembangan lebih lanjut
dari filsafat humanis adalah filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan
kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik. Pemikiran filsafat eksistensialisme
menyebutkan bahwa:
1.
mannusia memilki keberadaan yang unik
dalam dirinya berbeda antara mannusia satu dengan manusia lain. Dalam hal ini
telaah tentang manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit
analisisnya.
2. Eksistensialis
lebih memperhatiakn pemahaman makna dan tujuan hidup manusia ketimbang
melakukan pemahaman terhadap kajian-kajian ilmiah, dan metafisika tentang alam
semesta.
3.
Kebebasan individu sebagai milik manusia
adalah sesuatu yang paling utama dan paling unik, karena setiap individu
memilki kebebasan untuk memilki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup
sendiri (Stevenson dalam Hanurawan, 2006)
Aliran filsafat eksistensialis ini kemudian
dikembangkan dalam dunia pendidikan karena fungsi pendidikan adalah memberikan
proses perkembangan manusia secara otentik. Manusia otentik adalah manusia yang
dalam kepribadian diri memilki tanggung jawab dan kesadaran diri untuk
menghadapi persoalan-persoalan hidup dalam alam hidup modern. Aliran tersebut memberikan perkembangan
pada aliran filsafat pendidikan humanisme.
Hal ini dapat ditunjukan melalui pengembangan konsep
perkembangan psikologis peserta didik dan metode pengajaran yang sesuai dengan
perkembangan humanistik
setiap individu. Aliran
psikologi humanistik
memiliki pandangan tentang manusia yang memilki keunikan tersendiri, memilki
potensi yang perlu diaktualisasikan dan memilki dorongan-dorongan yang murni
berasal dari dalam dirinya. Individu manusia yang telah berasal dari dirinya (Hanurawan, 2006).
C. Konsep Pemikiran Filsafat Psikologi
Humanistik
Psikologi humanistik saat ini menjadi satu-satunya
penjelasan bagi tradisi intelektual kuno, sebuah tradisi yang berakar di dalam
filsafat-filsafat kuno diseluruh dunia. Pada dasarnya tidak ada seperangkat
kepercayaan humanistik yang baku, karena pola pikir humanisme mengambil bentuk
yang berbeda-beda sesuai era-era historis yang berbeda. Dia muncul ketika
masyarakat merasakan beberapa sistem atau otoritas (politis, moral atau
intelektual) telah merusak martabat kemanusiaan atau kesatuan umat manusia.
Konsep
pemikiran filsafat psikologi humanistik
yang dikemukakan oleh filsuf humanis meliputi pandangan tentang hakeket
manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self
concept), dan diri individu serta aktualisasi diri (Hanurawan, 2006). Konsep pemikiran tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
·
Pandangan tentang hakekat manusia
Hakekat manusia dalam pandangan
filsafat humanis adalah manusia memilki hakekat
kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini apabila manusia berada dalam lingkungan
yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan
untuk berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan atau
merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan
lingkungan masyarakat pada umumnya (Hanurawan, 2006).
·
Pandangan tentang kebebasan dan otonomi
manusia
Penganut aliran humanistik memberikan pandangan bahwa setiap
manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada
pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia.
Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus dihormati.
·
Pandangan tentang diri (the self) dan
konsep diri (self concept)
Diri (the self) menurut penganut
filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi
melalui proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the
self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang
utuh dalam diri individu yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang
lain. Sedangkan konsep diri (self concept)
merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang memiliki fungsi
menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk tumbuh dan
berkembang. (Ellias dan Meriam dalam Hanurawan, 2006). Pertumbuhan perkembangan individu
merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri
merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara nyata (menurut maslow
dalam Hanurawan 2006).
Untuk memperoleh gambaran lebih konkret tentang jenis kerja para psikologi
humanistik,akan sedikit dibahas sejumlah gagasan seorang teorisi yang
dikukuhkan sebagai bapak psikologi humanistik modern, Abraham Maslow.
Abraham Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) lahir di Brooklyn, New York, anak dari orang tua
imigran Rusia yang miskin. Sewaktu kecil dia anak yang sangat pemalu dan tidak
bahagia. Meskipun unggul sewaktu SMA, namun dia mengalami kesulitan saat masuk
diperguruan tinggi. Pertama-tama dia kuliah di City College of New York,
kemudian pindah ke Cornell University dan akhirnya bertahan di University of
Wiscounsin, tempat dia memperoleh gelar sarjana mudanya., dan tetap meneruskan
kuliahnya disana untuk memperoleh gelar kesarjanaan dibidang psikologi.
Langkah pertama Maslow kearah psikologi humanistik adalah merumuskan teori
baru tentang motivasi. Menurut teori ini manusia memiliki 6 jenis kebutuhan.
Kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dimiliki dan
memiliki, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk dihargai dan di tingkatan
tertinggi, kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri. Didalam karya-karya utamanya, Maslow lebih banyak tertarik pada
kebutuhan tertinggi ini, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Temuan
kunci Maslow adalah para pengaktualisasi diri ini, jika dibandingkan dengan
kebanyakan orang pada umumnya, telah mempertahankan suatu independensi tertentu
dari masyarakat mereka. Kebanyakan oranag pada umunya berusaha mencocokkan diri
dengan masyarakat, dan melakukan apapun yang dapat membuat harga diri mereka
naik. Namun tidak demikian dengan para pengaktualisasi diri, mereka tidak
terlalu peduli dengan persetujuan seperti ini. Mereka nampaknya tidak begitu
terbentuk dan terkuasai oleh lingkungan sosial sehingga sikap-sikapnya jauh
lebih spontan, bebas dan alamiah. Meskipun mereka jarang bertindak dengan
cara-cara yang tidak konvensional karena gerak gerik mereka lebih banyak dimotivasikan
oleh pertumbuhan batin mereka sendiri, pengembangan potensi potensi mereka, dan
misi pribadi mereka di dalam hidup. (Crain, 2007)
Teori Maslow ini
dapat menjadi teori pendukung dalam pembentukan teori belajar humanistik dimana
sikap para pengaktualisasi diri ini dapat kita terapkan pada pembelajaran
sehingga para siswa nantinya mampu memotivasi pertumbuhan batin mereka sendiri
agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang melakukan sesuatu seperti belajar
tanpa mengetahui esensinya. Teori belajar humanistik nantinya akan mampu
membuat peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri, jadi rasa
ketidakpercayaan diri mereka dapat teratasi. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
D. Teori Belajar Humanistik
Teori humanistik secara jelas menunjukkan bahwa belajar
dipengaruhi oleh bagaimana siswa-siswa berpikir dan bertindak, dan dipengaruhi
dan diarahkan oleh arti pribadi dan perasaan-perasaan yang mereka ambil dari
pengalaman belajar mereka. Ahli-ahli
teori humanistik menunjukkan bahwa tingkah laku individu pada mulanya
ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya
dan individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang
dikatakan oleh teori ahli tingkah laku, melainkan langsung dari dalam
(internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri
atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai masusia.
Biografi Singkat Arthur W. Combs
Arthur W. Combs (1912-1999) adalah seorang pendidik/psikolog
yang memulai karir akademis sebagai profesor ilmu biologi dan psikolog sekolah
di sekolah umum di Alliance, Ohio (1935-1941). Ia menerima gelar MA dalam
Konseling, sekolah di The Ohio State University (1941) dan diterima di program
doktor dalam psikologi klinis pada lembaga, di mana Carl Rogers menjabat
sebagai guru dan mentor. Dia menyelesaikan gelar doktor pada tahun 1945. Arthur W. Combs memulai karir
profesionalnya di sekolah umum, Alliance, Ohio pada tahun 1935. Untuk
meningkatkan keahliannya dalam membantu siswa, ia mencari gelar doktor di
Klinik Psikologi di negara bagian Ohio dan menghabiskan sepuluh tahun
berikutnya untuk mengoperasikan klinik dan pelatihan siswa dan konseling psikologis
di Syracuse University dan Psychoterapy.
E. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam
Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan
dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang
filsafat, teori keperibadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan,
sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang
ideal, yaitu memanusiakan-manusia,
maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen
pembelajaran untuk mendukung tercapainnya tujuan tersebut (Budiningsih, 2008).
Lebih lanjut Budiningsih (2008) mengatakan bahwa teori humanistik akan sangat membantu para
pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga
upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan
dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini Masih sukar
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan
operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep yang
telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami
hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan
komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi,
pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah
pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
F. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Humanistik
Kelebihannya adalah
a)
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
b)
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah
siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan
pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
c)
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,
norma, disiplin atau etika yang berlaku
Kekurangannya adalah :
Kekurangannya adalah :
a)
Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya
akan ketinggalan dalam proses belajar
b)
Terlalu memberi kebebasan pada siswa
G. Pembelajaran
Matematika yang Humanis
Pada prinsipnya kebutuhan peserta didik tidaklah tunggal,
walaupun ada kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama seperti kebutuhan rasa nyaman,
rasa aman, rasa diperhatikan, rasa dihargai dan lain sebagainya namun tingkat
kebutuhan tersebut tidaklah sama. Karena
itu, sudah seharusnya para pendidik benar-benar memperhatikan jenis dan tingkat
kebutuhan siswa didalam kelasnya. Pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan
siswa/mahasiswa ini mengarah kepada pembelajaran yang humanis.
Pembelajaran yang humanis merupakan pembelajaran yang
memperhatikan sisi-sisi manusiawi dari semua pelaku pendidikan. Sisi-sisi
manusiawi yang dimaksudkan adalah adanya keterlibatan otak dan emosi dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru/dosen harus selalu
memperhatikan keberagaman siswa/mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran agar
mampu memanusiakan siswa /mahasiswa dalam kelasnya. (Djamilah. B.W, 2012)
Salah satu tokoh kunci dalam teori pembelajaran
humanistik adalah Carl Rogers. Menurut Rogers (patterson, 1977) ada dua jenis
pembelajaran yaitu rote-learning dan experiaental-learning. Sebagian besar
pembelajaran yang terjadi dikelas adalah
rote-learning. Pada jenis
pembelajaran ini, materi pembelajaran kurang memiliki makna pribadi bagi siswa
dan kurang melibatkan perasaan atau emosi siswa. Disisi lain, experiaental-learning adalah jenis
pembelajaran yang membuat perbedaan individu dalam prilaku, sikap dan
kepribadian lebih lengkap, tidak hanya menyangkut otak atau ranah kognitif
tetapi juga menyangkut ranah afektif karena telah melibatkan perasaan dan emosi
jiwa. Masih menurut Rogers, pada prinsipnya setiap individu secara alamiah
memiliki potensi untuk belajar (Zimring, 1999) demikian juga dalam matematika.
Menurut Tennant, (http://vismath8.tripod.com/tennant1/) “Humanistic mathematics is a philosophy of teaching and
learning which attemps to explore the human side of mathematical thought and to
guide students to discover the beauty of mathematics”. Mengutip pendapat
Haglund dalam Siswono (2007) menyatakan karakteristik pembelajaran matematika
humanistik ada 10 macam yaitu:
1.
Menempatka
siswa sebagai penemu (inquiry) buka hanya penerima fakta-fakta dan
prosedur-prosedur
2.
Memberi
kesempatan siswa untuk saling membantu dalam memahami masalah dan pemecahan
masalah yang lebih mendalam
3.
Belajar
berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya dengan pendekatan
aljabar
4.
Menunjukkan
latar belakang sejarah bahwa matematika sebagai suatu penemuan atau usaha keras
dari seorang manusia
5.
Menggunakan
masalah-masalah yang menarikdan pertanyaan terbuka (open-ended), tidak hanya latihan-latihan
6.
Menggunakan
berbagai teknik penilaian, tidak hanya menilai siswa berdasar pada kemampuan
mengingat prosedur-prosedur saja
7.
Mengembangkan
suatu pemahaman dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika yang membentuk
sejarah dan budaya
8.
Membantu
siswa untuk melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk aspek
keindahan dan kreativitas
9.
Membantu
siswa mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri dan penasaran
10. Mengajarkan materi-materi yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari seperti dalam sains, ekonomi, bisnis ataupun teknik
Dari karakteristik pembelajaran matematika humanistik seperti yang
diungkapkan oleh Haglund diatas, dapat diketahui bahwa pembelajaran akan
berlangsung secara humanistik manakala guru/dosen mampu memperlakukan
siswa/mahasiswa secara manusiawi. Artinya percaya bahwa pada dasarnya
siswa/mahasiswa itu dapat belajar, dapat menemukan sesuatu, dapat memecahkan
masalah, dapat bekerja sama dan dapat menghargai keindahan dan kegunaan
matematika (Djamilah, B.W, 2011). Tentu saja melaksanakan pembelajaran
matematika humanistik ini tidaklah mudah. Guru/dosen perlu benar-benar mengenal
karakter pribadi setiap siswa, merencanakan skenario pembelajaran secara rinci
dan mempersiapkan rancangan pembelajaran yang diperlukan sebaik mungkin.
Manfaat dari
diberlakukannya pembelajaran matematika humanistik ini sangatlah banyak.
Hal-hal tersebut meliputi:
-
Kegiatan
siswa/mahasiswa yang saling bekerja sama
satu sama lain dapat beroptensi membangun karakter tanggung jawab, toleransi
dan demokratis
-
Kegiatan
siswa/mahasiswa dalam menemukan sesuatu berpotensi membangun karakter rasa
ingin tahu, kreatif dan mandiri
-
Kegiatan
siswa/mahasiswa dalam memecahkan masalah berpotensi membangun karakter tidak mudah
menyerah. Dan jika permasalahan diambil dari kehidupan sehari-hari seperti
budaya dan bangsa sendiri maka hal ini akan menimbulkan karakter cinta tanah
ai, peduli masalah sosial dan masyarakat serta lingkungan hidup
-
Kegiatan
siswa/mahasiswa dalam menghargai keindahan dan kegunaan matematika dapat
berpotensi membangun karakter religiusnya dengan pemberian motivasi.
BAB III
KESIMPULAN
Humanisme adalah
sekelompok filosofi dan perspektif etis yang menekankan nilai dan badan manusia
secara individual dan kolektif, dan umumnya lebih memilih pemikiran individu
dan bukti (rasionalisme, empirisme) yang didirikan atas iman. Humanisme
tersebut dapat ditujukan pada
pengembangan konsep perkembangan psikologis siswa dan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan
humanistik setiap individu. Aliran psikologi humanistik memiliki pandangan tentang manusia yang
memilki keunikan tersendiri, memilki potensi yang perlu diaktualisasikan dan
memilki dorongan-dorongan yang murni berasal dari dalam dirinya. Berlandaskan salah satu teori Abraham Maslow yang
mengatakan salah satu kebutuhan individu adalah kebutuhan mengaktualisasikan
diri. Menurut maslow banyak orang yang enggan mengaktualisasikan dirinya dan
lebih memilih untuk melakukan apapun yang dapat membuat harga diri mereka naik.
Padahal pengaktualisasian diri ini sangat diperlukan agar manusia dapat
mengetahui siapa diri mereka sebenarnya dan dapat mengembangkannya kearah yang
lebih baik.
Teori Maslow ini
dapat menjadi teori pendukung dalam pembentukan teori belajar humanistik dimana
sikap para pengaktualisasi diri ini dapat kita terapkan pada pembelajaran
sehingga para siswa nantinya mampu memotivasi pertumbuhan batin mereka sendiri
agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang melakukan sesuatu seperti belajar
tanpa mengetahui esensinya. Teori belajar humanistik nantinya akan mampu
membuat peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri, jadi rasa
ketidakpercayaan diri mereka dapat teratasi. Menurut Teori humanistik,
tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap
berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri secara optimal.
Teori belajar Arthur W. Combs yang dikenal dengan Meaning
(makna atau arti). Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru
tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain
hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung
mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Maka dari itu pembelajaran humanis ini pantas
diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran
matematika yang memperhatikan sisi-sisi manusiawi siswa dikenal dengan
pembelajaran matematika humanis. Sisi-sisi manusiawi yang dimaksud adalah
adanya keterlibatan atak dan emosi dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran matematika yang humanis direkomendasikan untuk digunakan guru
untuk mengembangkan karakter siswa. Dengan melaksanakan pembelajaran matematika
yang humanis dan dengan ketulusan hati untuk bersedia terus menerus belajarm,
seorang guru akan memiliki kontribusi nyata terhadap pembangunan karakter
dirinya dan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar